Your 1st Ads Here

Mengenang Ki Anom Suroto,Maestro Dalang Wayang Kulit yang Menaklukkan Lima Benua

Unveiling the Crisis of Plastic Pollution: Analyzing Its Profound Impact on the Environment

Di tanah Jawa, wayang kulit bukan sekadar tontonan, tetapi juga tuntunan dan warisan budaya yang dihidupkan oleh para dalang. Di antara nama-nama besar yang mengukir sejarah, nama Anom Suroto berdiri tegak, memancarkan wibawa dan keluwesan dalam setiap gerak sabetan dan lantunan sulukan.

Kisah hidup Kanjeng Raden Tumenggung Haryo Lebdo Nagoro, atau yang akrab disapa Ki Anom Suroto, adalah cerminan dedikasi seumur hidup pada seni tradisi. Beliau adalah simbol kejayaan wayang kulit Gagrag Surakarta (Gaya Surakarta) yang berhasil menembus batas geografis, membawa filosofi Jawa ke panggung-panggung internasional.

Bagaimana seorang anak dari Juwiring, Klaten, bisa menjadi dalang Indonesia pertama yang diakui dan pentas di lima benua? Apa yang membuat gaya pewayangannya begitu khas, lembut, namun sarat makna dan selalu dinanti oleh jutaan penikmat seni?

Dengan rasa hormat yang mendalam, mari kita selami jejak langkah sang maestro: dari biodata sederhana, lompatan karier di RRI, pengakuan dari keraton, hingga warisan abadi yang beliau tinggalkan. Inilah tribut untuk Anom Suroto, sang penyambung lidah budaya Nusantara.

Dari Juwiring ke Keraton: Biodata dan Latar Belakang Ki Anom Suroto

Ki Anom Suroto adalah seniman tulen yang lahir di lingkungan yang kental dengan budaya Jawa. Darah seni mengalir deras dari keluarganya, membentuknya menjadi seorang dalang yang legendaris.

Identitas Sang Maestro

  • Nama Lahir: Anom Suroto
  • Gelar Lengkap: Kanjeng Raden Tumenggung Haryo Lebdo Nagoro Anom Suroto (Gelar dari Keraton Surakarta)
  • Tanggal Lahir: 11 Agustus 1948
  • Tempat Lahir: Juwiring, Klaten, Jawa Tengah, Indonesia
  • Meninggal Dunia: 23 Oktober 2025 (Usia 77 Tahun)
  • Profesi: Dalang Wayang Kulit Purwa, Pencipta Gending
  • Gaya Pedalangan: Gagrag Surakarta
  • Keluarga: Menikah dengan Sri Sayuti/Rita Diana Sayuti, memiliki 8 anak (termasuk dalang Ki Bayu Aji dan Ki Jatmiko Anom Suroto Putro) dan 18 cucu.

Awal Mula dan Pendidikan Pedalangan

Bakat mendalang Anom Suroto sudah terlihat sejak usia muda. Ia belajar langsung dari sang ayah, Ki Sadiyun Harjadarsana, yang juga seorang dalang. Pendidikan formal dan non-formal menjadi bekalnya yang kuat:

  • Ia mulai mendalang sejak usia 12 tahun, sebuah langkah awal yang berani.
  • Mengikuti kursus pedalangan di Solo, kemudian memperdalam ilmu di Himpunan Budaya Surakarta (HBS) pada era 1960-an.
  • Belajar di Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN) dan Pawiyatan Kraton Surakarta.
  • Menimba ilmu juga dari Habiranda Yogyakarta, menunjukkan keinginannya untuk menguasai berbagai corak pedalangan.

Penguasaan berbagai gaya inilah yang kemudian mematangkan gayanya sendiri: tegas, tetapi tetap luwes dan lembut khas Surakarta.

Titik Balik Karier: Dari RRI ke Panggung Lima Benua

Karier seorang dalang sangat ditentukan oleh panggung dan pengakuan. Bagi Anom Suroto, lonjakan karier terjadi berkat media dan kesempatan internasional.

Debut di Panggung Nasional

Tahun 1968 menjadi tahun penting ketika Anom Suroto berhasil lolos seleksi ketat dan tampil di Radio Republik Indonesia (RRI). Penampilannya memukau para pendengar. Gaya tutur yang lugas, sabetan wayang yang lincah, dan suara sulukan yang merdu segera menjadikannya idola baru di dunia pedalangan, menempatkannya sejajar dengan dalang senior lainnya.

Pengakuan Keraton dan Gelar Kehormatan

Dedikasinya diakui oleh pihak Keraton Surakarta. Pada tahun 1978, ia diangkat sebagai abdi dalem Penewu Anon-anon dengan gelar Mas Ngabehi Lebdocarito. Pengakuan tertinggi datang pada 1997 ketika ia diangkat sebagai Bupati Sepuh dan dianugerahi gelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Lebdonagoro.

Go International: Dalang Lima Benua

Anom Suroto adalah pelopor. Ia tercatat sebagai dalang Indonesia pertama yang pernah menggelar pertunjukan di lima benua berbeda (Asia, Amerika, Eropa, Australia, dan Afrika). Beberapa negara besar yang pernah ia singgahi antara lain Amerika Serikat (dalam Pameran Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat/KIAS 1991), Jepang, Spanyol, Jerman, Australia, dan Rusia. Ini adalah bukti bahwa wayang kulit, melalui tangan dinginnya, adalah seni universal yang dihargai dunia.

Gaya Khas dan Warisan Filosofis: Suluk Merdu dan Humor Segar

Apa yang membuat jutaan orang rela begadang semalam suntuk hanya untuk menyaksikan Ki Anom Suroto mendalang?

Ciri Khas Pewayangan Gagrag Surakarta

Gaya mendalang Anom Suroto didominasi oleh Gagrag Surakarta, namun diperkaya dengan sentuhan Yogyakarta dan Banyumasan. Ciri khasnya meliputi:

  • Suara Sulukan yang Merdu (Kung): Beliau dikenal memiliki suara yang lembut dan berwibawa saat melantunkan sulukan (tembang yang mengiringi adegan), memberikan kedalaman emosional pada cerita.
  • Sabetan yang Dinamis: Penguasaan gerak wayang (sabetan) yang lincah dan teatrikal, mampu menghidupkan karakter wayang dari raja yang bijaksana hingga raksasa yang garang.
  • Inovasi Humor dan Kontekstual: Meskipun membawakan lakon klasik, Anom Suroto piawai menyisipkan lawakan segar dan kritik sosial yang kontekstual, membuatnya mudah dicerna dan relevan bagi penonton modern tanpa mengurangi filosofi inti.

Wayang sebagai Media Tuntunan dan Dakwah

Bagi Anom Suroto, wayang bukan sekadar hiburan. Beliau sering menggunakan pentasnya sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai moral, etika Jawa, dan bahkan dakwah Islam. Lakon-lakon seperti Semar Mbangun Kahyangan dan Wahyu Tejamaya selalu sarat akan pesan filosofis tentang kepemimpinan dan pembangunan moral.

Penciptaan Gending

Tak hanya mendalang, beliau juga seorang komponis. Beberapa gending (komposisi musik Jawa) yang beliau ciptakan antara lain Mas Sopir, Berseri, Satria Bhayangkara, dan Nyengkuyung Pembangunan, menunjukkan kecintaannya pada musik karawitan.

Deretan Prestasi dan Kontribusi Sosial-Budaya

Kontribusi Anom Suroto melampaui panggung pementasan. Ia adalah seorang organisatoris dan pelestari budaya yang aktif membina generasi muda.

Penghargaan Bergengsi

Sepanjang hidupnya, beliau menerima berbagai penghargaan prestisius, di antaranya:

  • Dalang Kesayangan dalam Pekan Wayang Indonesia VI (1993).
  • Satya Lencana Kebudayaan RI dari Presiden Soeharto (1995), sebagai pengakuan tertinggi negara atas jasa-jasanya dalam bidang kebudayaan.
  • Anugerah Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Lebdonagoro dari Keraton Surakarta (1997).

Pelopor Organisasi dan Pembinaan Dalang Muda

Anom Suroto dikenal sebagai pengayom bagi para seniman. Kontribusi organisasinya meliputi:

  • Ketua III Pengurus Pusat PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia) periode 1996–2001.
  • Pemrakarsa Yayasan Sesaji Dalang, yang bertujuan membantu menyejahterakan para seniman, khususnya di bidang pedalangan.
  • Koperasi Dalang 'Amarta', yang didirikannya untuk membantu dalang dalam hal simpan pinjam dan perlengkapan pewayangan.

Tradisi Rebo Legen

Salah satu warisan kulturalnya yang paling penting adalah tradisi Rebo Legen. Secara berkala, Anom Suroto mengadakan sarasehan dan pentas pedalangan di kediamannya setiap hari Rabu Legi (sesuai hari kelahirannya). Acara ini menjadi ajang silaturahmi, kritik seni, dan bimbingan bagi dalang-dalang muda, sebuah tradisi yang kini dilanjutkan di Kebon Seni Timasan, Sukoharjo.

Kabar Terkini (Oktober 2025): Kepergian Sang Maestro

Pada hari Kamis, 23 Oktober 2025, dunia seni pedalangan Indonesia diselimuti duka mendalam. Ki Anom Suroto meninggal dunia di usia 77 tahun.

Berpulangnya Seniman Legendaris

Maestro wayang kulit tersebut menghembuskan napas terakhir di RS dr. Oen Kandang Sapi, Solo, setelah menjalani perawatan intensif akibat komplikasi penyakit, termasuk serangan jantung. Kabar duka ini dikonfirmasi oleh putranya, Jatmiko.

Meskipun tubuhnya telah tiada, warisan Ki Anom Suroto akan hidup abadi. Beliau meninggalkan seorang istri, delapan anak, dan 18 cucu yang siap meneruskan api semangatnya, termasuk putranya yang juga menjadi dalang kondang, Ki Bayu Aji. Pemakaman beliau direncanakan akan dilakukan pada hari yang sama di Makam Depokan, Juwiring, Klaten.

Warisan Abadi dalam Budaya Digital

Di era digital, warisan Ki Anom Suroto tetap relevan. Ribuan rekaman pentasnya tersedia luas di media sosial dan YouTube. Karya-karya tersebut kini berfungsi sebagai 'sekolah' tak terbatas bagi dalang-dalang muda, memastikan bahwa gaya Gagrag Surakarta yang lembut, lucu, namun sarat filosofi akan terus hidup dan menginspirasi generasi mendatang. Beliau telah menyelesaikan lakon kehidupannya dengan sempurna, meninggalkan lakon yang sarat makna bagi Nusantara.

Kesimpulan: Teladan Sang Pengukir Bayangan

Ki Anom Suroto adalah pilar kebudayaan Jawa yang tak tergantikan. Beliau bukan hanya dalang, tetapi juga seorang guru, seniman, dan duta bangsa yang memperkenalkan wayang kulit sebagai mahakarya dunia. Kemampuannya memadukan tradisi klasik dengan humor dan relevansi modern menjadikannya jembatan antargenerasi.

Meski telah berpulang, suara merdu sulukannya dan pesan moral dari setiap lakon yang ia pentaskan akan terus bergaung. Namanya abadi, terukir dalam sejarah pedalangan, dan menjadi teladan bagi seniman di seluruh penjuru Indonesia.

FAQ (Frequently Asked Questions) Seputar Anom Suroto

Siapakah nama lengkap Ki Anom Suroto?

Nama lengkap beliau dengan gelar kehormatan dari Keraton Surakarta adalah Kanjeng Raden Tumenggung Haryo Lebdo Nagoro Anom Suroto.

Di mana Ki Anom Suroto dimakamkan?

Ki Anom Suroto dimakamkan di Makam Depokan, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah.

Apa ciri khas gaya mendalang Ki Anom Suroto?

Ciri khas utamanya adalah penguasaan yang kuat pada Gagrag Surakarta (Gaya Surakarta), ditandai dengan suara sulukan (tembang) yang merdu (kung), sabetan wayang yang luwes dan dinamis, serta kemampuan menyisipkan humor yang segar dan relevan.

Apa kontribusi Ki Anom Suroto dalam pembinaan dalang muda?

Beliau aktif membina dalang-dalang muda melalui sarasehan rutin yang dikenal sebagai tradisi Rebo Legen di kediamannya. Beliau juga mendirikan Yayasan Sesaji Dalang untuk membantu seniman.

Benarkah Ki Anom Suroto pernah pentas di luar negeri?

Ya, beliau dikenal sebagai dalang Indonesia pertama yang pernah tampil di lima benua berbeda, membawa wayang kulit ke berbagai negara besar seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa.

Type above and press Enter to search.

Ruang Iklan